Aq uCaPiN MaKaSih buat para PeMbAca yang udah ngeluangin waktu buat berkunjung disini

Selasa, 14 Desember 2010

BIOENERGI SAMPAH

Bagai buah simalakama : dibuang mencemari lingkungan, digunakan lagi memicu kanker lantaran mengandung polimer, aldehida, asam lemak dan lakton. Begitulah suratan jelantah (minyak bekas menggoreng). Namun saat ini tidak seperti itu lagi, Di Indonesia jelantah potensial sebagai bahan baku bahan baker atau biasa disebut sebagai bioenergi.

Mengapa tidak menggunakan biodiesel 100%?

Apakah biodiesel merusak mesin ? pertanyaan beruntun itu kerap muncul di kalangan masyarakat saat pemasaran biodiesel berbahan baku jelantah dan crude palm oil. Dengan menggunakan jelantah 100% untuk bahan baker kendaraan terbukti kinerja mesin makin bagus, tarikan lebih enteng, dan gas buang tidak berbau. Mengingat hal tersebut, berikut adalah cara mengolah jelantah menjadi biodiesel.

CARA MENGOLAH JELANTAH MENJADI BIODIESEL

1. Minyak jelantah disaring dan dipisahkan dari kotoran akibat penggorengan makanan. Minyak jelantah ditempatkan di drum berukuran 200 liter. Saat drum penuh, keran di bagian bawah drum dibuka dan minyak yang keluar dilewatkan ke kain kasa dan ditadah drum. Lama penyaringan untuk 150 liter minyak mencapai 1 jam. Penyaringan ini ditujukan untuk minyak goreng cair. Jelantah dari restoran cepat saji berbentuk pasta jika dingin. Oleh sebab itu, tak bias disaring maupun diolah lebih lanjut. Jika dipaksa diolah saat cair dengan pemanasan awal, biasanya mengendap pada pipa penyaluran. Biodiesel yang dihasilkan pun mudah membeku.

2. Ruang pencampuran berjarak 5 meter dari ruang penyaringan. Oleh sebab itu, transportasi minyak jelantah yang tersaring menggunakan pipa PVC berdiameter 1,5 inci yang dihubungkan dari drum penampung hasil saringan. Dari pipa, minyak jelantah langsung ditadah drum baja nirkarat berukuran 150 liter. Drum itu berguna sebagai penakar. Untuk satu kali proses dibutuhkan 150 liter jelantah. Di ruang yang sama, terdapat drum plastik berukuran 20 liter sebagai tempat penakaran 1% atau 1,5 liter kalium hidroksida (KOH) dan 0,1 % atau 0,15 liter methanol. KOH dan methanol sebagai katalis. Dengan pipa PVC berukuran sama, minyak dan campuran katalis dipindahkan ke drum berpengaduk di ruangan sebelahnya.

3. Melalui pipa, jelantah dimasukkan ke dalam tabung baja nirkarat bervolume 150 liter. Di tabung itu dicampurkan katalis. Katalis itulah yang berperan mengubah asam lemak menjadi metilester yang disebut reaksi esterifikasi. “jika minyak jelantah langsung dipakai pada mesin, bisa rontok,” ujar Hasyim. Penyebabnya keasaman minyak jelantah masih tinggi dibanding solar. Bersamaan pengadukan, minyak dipanaskan hingga 60oC selama 2 jam. Sumber panas dan pengadukan dari motor listrik berkekuatan 350-400 watt. Operator cukup mengontrol suhu agar tidak lebih dari 60oC. setelah proses selesai, terjadi 2 lapisan, atas berupa metilester alias biodiesel dan bawah merupakan gliserol. Yang digunakan sebagai bahan baku sabun.

4. Dengan cara manual, biodiesel jelantah bisa dipisahkan dari gliserin. Buka keran bawah dan alirkan gliserin ke tangki lain. Setelah terpisah, hanya biodiesel yang tersisa di tangki. Proses pengolahan biodiesel dilanjutkan ke tahap pencucian. Proses pencucian dilakukan karena biodiesel terlarang mengandung KOH, penyebab keasaman tinggi. Biodiesel dicampur air sumur dalam tangki berpengaduk selama 75 menit sebanyak 3 kali. Setelah itu, hasil pengadukan didiamkan selama 3 hari. Hasilnya biodiesel dan air bakal terpisah. Setelah dikeringkan biodiesel didinginkan dalam drum plastic. Dalam satu kali proses dihasilkan 120 liter biodiesel. Spesifikasinya mirip solar. Yang paling membedakan, residu karbon pembakaran biodiesel jelantah hanya separuh solar. Jelantah 0,029%; solar 0,04%. Itu sebabnya, kendaraan pemakai biodiesel jenis ini tidak mengepulakan asap hitam.

Tidak ada komentar: